Universitas
Airlangga

Fakultas
Sains dan Teknologi

Universitas
Airlangga

Fakultas
Sains dan Teknologi

FST NEWS

12 Mahasiswa Liverpool John Moores University Blusukan ke Kampung Program Iklim di Surabaya untuk Belajar Sustainable Development City

Dalam rangka Program Summer School Liverpool John Moores University x Universitas Airlangga yang  bertemakan “Sustainable Development City”, Fakultas Sains dan Teknologi mengajak mahasiswa LJMU untuk mengunjungi Kampung Program Iklim (ProKlim) yang ada di Surabaya. Untuk menciptakan lingkungan yang berkelanjutan, tentunya tidak lepas dari partisipasi warga sekitar, dan itu dibuktikan oleh kampung-kampung yang ada di Surabaya. Kampung pertama adalah Banjar Sugihan di Kecamatan Tandes, Kota Surabaya. Kampung ini adalah salah satu ProKlim yang tak hanya melestarikan lingkungan, tetapi juga bersama-sama mendongkrak taraf ekonomi warganya. Di sini, Mahasiswa LJMU diajarkan bagaimana membuat sabun dari bahan-bahan organik seperti daun. Tentunya, sabun ini lebih ramah lingkungan. Selain itu, kampung ini juga mengusung kampung tematik, di mana warga menyulap kampungnya menjadi Kampung Wisata yang ciamik. Masing-masing RT merombak wilayahnya sedemikian rupa sehingga menampakkan akulturasi budaya dari beberapa negara. Sebagai contoh RT 05 mengusung akulturasi Jepang dan Bali sehingga dinamakan Kampung JeBal (Jepang Bali) dan RT 03 dinamakan Kampung Adinda (Apache, Indian dan Dayak).

       Tak hanya Kampung Banjar Sugihan, bergeser 3 kilometer, Mahasiswa LJMU kembali dikenalkan dengan Program Kampung Iklim (ProKlim) Sambikerep. Saat datang, mereka langsung disambut dengan beragam produk olahan belimbing wuluh yang diproduksi dan dikembangkan oleh UMKM Ibu-Ibu PKK setempat. Berbagai macam olahan belimbing wuluh antara lain sirup, keripik, teh, dan permen. Mahasiswa LJMU sangat menikmati suguhan-suguhan tersebut. “Perpaduan asam dan manis, serta disajikan dalam keadaan dingin, membuat sirup belimbing wuluh sangat nikmat dan menyegarkan, cocok dengan cuaca panas Surabaya”, ujar Rowan Price. 

         Setelah puas menikmati suguhan pembuka, mahasiswa LJMU mendengarkan penjelasan dari Pak Wahyu–selaku pionir program– mengenai sejarah, program-program, dan penghargaan yang telah didapatkan oleh Kampung Sambikerep. Pak Wahyu menjelaskan bahwa beliau memulai dari diri sendiri. Sejak 2011, beliau membiasakan untuk memilah sampah, lalu mengajarkan pada keluarganya, kemudian dari waktu ke waktu mulai menyebar ke tetangga sekitar. Menariknya, seluruh warga kampung tersebut telah melakukan pemilahan sampah, karena keuntungan yang didapatkan sangat berguna bagi kemaslahatan warga. Sampah yang telah dipilah, dapat ditukarkan ke Bank Sampah Pinpin7 milik Kampung Sambikerep untuk digunakan sebagai alat pembayaran listrik, asuransi kesehatan BPJS, dan lain-lain. Sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui, Lingkungan bersih, kesehatan terjamin, ekonomi pun turut terbantu. 

    Selain penukaran sampah, warga kampung juga bergotong royong memanfaatkan sisa daun, sayur, dan buah untuk dijadikan biokompos, yang dapat digunakan sebagai pupuk hayati tanaman mereka. Mereka juga membuat Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang disusun dari sabut kelapa dan batu, untuk mengelola limbah air rumah tangga kembali menjadi air bersih nonkonsumsi, yang dapat digunakan untuk mengairi tanaman. 

           Di bawah binaan Komunitas Nol Sampah, eksistensi Kampung Sambikerep semakin diakui oleh publik. Seringkali mereka menerima penghargaan dari pemerintah setempat, memperoleh dukungan dana, dan ajakan kolaborasi dengan NGO, Pemerintah, juga Universitas. Program-program Kampung Sambikerep berhasil membuat Mahasiswa LJMU kagum, “Saya tidak pernah terpikir, ada sekelompok orang yang tidak individualis, mau bekerjasama untuk bersama-sama mewujudkan lingkungan yang bersih dan nyaman” ujar Declan.