Program Kreativitas Mahasiswa Riset Sosial Humaniora (PKM RSH) bertujuan untuk meningkatkan kualitas mahasiswa di perguruan tinggi, mempersiapkan mereka menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademis atau profesional, dan mampu mengaplikasikan, mengembangkan, serta menyebarkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni untuk memperkaya budaya nasional. Kegiatan ini dilaksanakan pada April hingga Agustus 2024 oleh mahasiswa Universitas Airlangga (Unair) yang tergabung dalam kelompok penelitian PKM RSH Wayang Wali. Program ini merupakan bagian dari implementasi Tri Dharma Perguruan Tinggi yang dikelola Ditjen Dikti Ristek di bawah naungan Belmawa.
PKM memberikan kontribusi terhadap peningkatan prestasi mahasiswa dan peringkat perguruan tinggi dalam evaluasi oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Untuk skema Riset Sosial Humaniora, penelitian ini dibimbing oleh Dr. M. Fariz Fadillah Mardianto SSi MSi, dan melibatkan kelompok PKM RSH Wayang Wali yang dipimpin oleh Adma Novita Sari bersama tiga anggota: Pressylia Aluisina Putri W, Moh. Suma Firman Romadhoni, dan Bima Sakti Putra Yusuf. Menurut Adma, kelompok mereka berhasil melewati tahapan seleksi dari tingkat universitas hingga nasional untuk memperoleh pendanaan.
“Saat ini kami adalah salah satu dari sekitar 3.500 judul penelitian yang lolos pendanaan di Indonesia, namun kami masih harus melalui seleksi untuk menuju PIMNAS,” kata Adma.
Adma menjelaskan bahwa kelompok PKM RSH Wayang Wali berharap hasil penelitiannya dapat memberikan dampak luas di masyarakat serta meningkatkan kreativitas dan prestasi mahasiswa. Penelitian selama empat bulan ini melibatkan Ki Sudrun, pencipta Wayang Wali dari Desa Krenceng, Kecamatan Nglegok, beserta para jemaatnya, serta bekerja sama dengan pemerintah setempat, terutama Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kabupaten Blitar.
“Bersama Bapak Rofiq selaku Kabid Kebudayaan Kelompok RSH Wayang Wali, kami juga melakukan audiensi untuk membahas peran pemerintah dalam merangkul budayawan di Kabupaten Blitar dan melestarikan Wayang Wali yang semakin pudar,” ungkap Adma.
Selama penelitian, tim kelompok RSH Wayang Wali tidak menemui kendala berarti, hanya penyesuaian jadwal wawancara dan pengurusan birokrasi yang mengharuskan mereka bolak-balik Blitar-Surabaya.
Ki Sudrun menjelaskan bahwa Wayang Wali memiliki tokoh unik seperti ibu muslimah dan ustad, yang berbeda dari tokoh wayang kulit tradisional karena Wayang Wali digunakan sebagai media dakwah dan disesuaikan dengan kajian yang diangkat.
Dari survei akhir, masyarakat merespons positif, mengingat Wayang Wali di Kabupaten Blitar semakin pudar, padahal unik sebagai media dakwah yang memberikan nilai moral. Penelitian ini juga ingin meneliti hubungan budaya Wayang Wali terhadap psikologi transpersonal dan indeks kesalehan sosial di Kabupaten Blitar.
“Dengan riset ini dan kerja sama dengan pemerintah setempat, kami berharap dapat rebranding budaya Wayang Wali, membuatnya lebih dikenal dan dilestarikan oleh masyarakat luas,” harap Adma.