UNAIR NEWS – Mandibula merupakan salah satu bagian wajah yang sama seperti organ tubuh lainnya. Dapat mengalami kelainan yang disebabkan oleh tumor, baik itu jinak maupun ganas. Selama ini, reseksi yang dilakukan untuk mengambil bagian yang terinfeksi dapat menyebabkan diskontuinitas tulang mandibula, sehingga harus direkonstruksi.
Berdasarkan permasalahan tersebut, tiga mahasiswa Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga yaitu Anis Fitria Wulandari (Teknik Biomedis, 2015), Siti Zulaihah (Fisika, 2015) dan Ika Rachmadanti (Fisika, 2016) melakukan suatu inovasi pembuatan scaffold PLA untuk rekonstruksi mandibula yang memanfaatkan teknologi 3D Printing.
Inovasi tersebut berhasil didanai oleh Kemenristekdikti melalui Program Kreativitas Mahasiswa bidang Penelitian Eksakta (PKM-PE) tahun 2018 dengan judul “Karakterisasi In-vitro Scaffold PLA 3D-Printing dengan Coating Hidroksiapati-Kitosan untuk Rekonstruksi Mandibula” dibawah bimbingan Dr. Ir. Aminatun, M.Si.
Mengenai hal itu, Anis selaku ketua tim menyampaikan bahwa penggunaan teknologi 3D printing di era modern ini sangat bermanfaat dalam dunia medis. Pasalnya, hal itu dapat menghasilkan material implan sesuai kerusakan tulang dengan mudah dan terkontrol.
Salah satu material yang sering digunakan dalam pencetakan tiga dimensi, jelas Anis, seperti Polylactic Acid (PLA) yang memiliki sifat biodegradable dan biokompatibel akan tetapi bersifat non bioaktif (tidak dapat berinteraksi dengan sel tubuh) dan hidrofobik (tidak mampu menyerap cairan tubuh).
“Oleh karena itu, tim kami mencoba melapisi PLA dengan material yang bersifat bioaktif dan hidrofilik yaitu paduan hidroksiapatit-kitosan,” ujar Anis.
Lebih lanjut, Anis juga menjelaskan, untuk membuktikan material tersebut bersifat bioaktif maka dilakukan uji viabilitas, uji perlekatan sel, tingkat proliferasi dan diferensiasi sel secara in-vitro, sedangkan untuk mengetahui tingkat hidrofobisitas dilakukan uji swelling.
Penulis: TIM PKM-PE “Karakterisasi In-vitro Scaffold PLA 3D-Printing dengan Coating Hidroksiapati-Kitosan untuk Rekonstruksi Mandibula”
Editor: Nuri Hermawan
Sumber: UNAIR News
{:}{:en}UNAIR NEWS – The mandible is the lowest bone in the human face. Like any other organs, abnormalities may occur from it. Tumors, either benign or malignant, may cause it. All this time, mandibular resection done to remove infected parts can cause discontinuation of the mandibular bone, so it must be reconstructed.
Based on these problems, three students of Faculty of Science and Technology Universitas Airlangga, Anis Fitria Wulandari (Biomedical Engineering, 2015), Siti Zulaihah (Physics, 2015) and Ika Rachmadanti (Physics, 2016) developed an innovation of PLA scaffold for mandibular reconstruction using 3D Printing technology.
The innovation was funded by the Ministry of Research, Technology and Higher Education through the Exacta Student Creativity Program (PKM-PE) 2018 entitled “Characterization of In-vitro PLA Scaffold 3D- Printing with Hydroxyapatite-Chitosan Coating for Mandibular Reconstruction” with supervision by Dr. Ir. Aminatun, M.Si.
In this regard, Anis, as the team leader, said that the use of 3D printing technology in the modern era is beneficial in the medical field. It can produce an implant in accordance with the bone damage easily and controlled.
One material that is often used in three-dimensional printing explained Anis, is Polylactic Acid (PLA), biodegradable, biocompatible but non-bioactive (unable to interact with body cells) and hydrophobic (unable to absorb body fluids).
“Therefore, our team tried to coat the PLA with bioactive and hydrophilic materials, hydroxyapatite-chitosan alloy,” Anis said.
Furthermore, Anis also explained, to prove that the material is bioactive, viability testing, cell attachment test, in-vitro cell proliferation, and differentiation were carried out while the swelling test was used to determine the level of hydrophobicity.
Author: PKM-PE Team “Characterization of In-vitro PLA Scaffold 3D- Printing with Hydroxyapatite-Chitosan Coating for Mandibular Reconstruction.”
Editor: Nuri Hermawan
Source: UNAIR News
{:}