{:id}Tiga Mahasiswa UNAIR Manfaatkan Kappaphycus Alvarezii Sebagai Material Bata Ringan{:}{:en}Three UNAIR Students Utilize Alvarezii Kappaphycus as Lightweight Brick Material{:}

Date

{:id}

UNAIR NEWS – Terciptanya bangunan yang kokoh dan tahan akan bencana gempa merupakan impian semua orang. Namun hal tersebut masih menjadi kendala dalam mengatasinya, mengingat letak geografis suatu daerah juga turut berpengaruh.

Menyadari permasalahan tersebut, tiga Mahasiswa Universitas Airlangga (UNAIR) Andhika Alfa Musthofa (Fakultas Perikanan dan Kelautan 2015), Muhammad Zulfikar Alfian Bahtiar (Fakultas Perikanan dan Kelautan 2015) dan Farid Maulana Ibrahim (Fakultas Sains dan Teknologi 2015) melahirkan  inovasi baru dengan manfaatkan limbah rumput laut sebagai bahan bata ringan. Penggunaan pasir pada pembuatan bata ringan nantinya akan disubstitusikan oleh limbah rumput laut Kappaphycus alvarezii.

Inovasi yang sedang dalam proses pengerjaan itu diusulkan oleh ketiga mahasiswa UNAIR dalam bentuk Program Kreativitas Mahasiswa bidang Penelitian Eksakta (PKM-PE) dengan judul “Pemanfaatan by product Kappaphycus Alvarezii sebagai Bata Ringan Material Tahan Gempa”. Proposal tersebut dibimbing langsung oleh  Annur Ahadi Abdillah, S.Pi., M.Si. Perlu diketahui, inovasi tersebut mendapatkan respon baik dari Kemenristekdikti dan lolos pendanaan.

Andhika Alfa M. selaku ketua tim menjelaskan bahwa saat ini penelitian masih berjalan dan sudah pada tahap pengeringan bata ringan. Hasilnya akan siap diujikan pada tanggal 24 Juni 2019 mendatang.

“Latar belakang dari gagasan ini yakni besarnya limbah yang dihasilkan olahan karaginan dari rumput laut Kappaphycus Alvarezii sebanyak 65-70% dan mulai menjamurnya industri pengolahan rumput laut di Indonesia. Padahal menurut Kementerian Perindustrian pada tahun 2013, produksi karaginan mencapai 12,5 juta ton dan terus meningkat tiap tahunnya. Artinya tiap tahun ada sekitar 25 juta ton limbah hasil pengolahan karaginan dan sampai saat ini masih belum ada pemanfaatan limbah ini secara massal,” ujarnya.

Beberapa literatur menyebutkan bahwa terdapat kandungan selulosa pada limbah pengolahan rumput laut. Sehingga dapat membuat sebuah ikatan jika dimanfaatkan sebagai material. Hal itu terbukti dengan adanya penelitian yang dimanfaatkan sebagai Medium Density Fibreboard / jenis kayu olahan yang terbuat dari serpihan kayu yang dipadatkan).

“Bata ringan yang kami tawarkan diharapkan lebih kuat jika dibandingkan dengan bata ringan biasa. Adanya kombinasi dengan limbah karaginan ini menurut hipotesis kami bisa menambah kuat tekanan maupun kuat lentur dari bata ringan. Dikarenakan limbah memiliki karakter yang mirip dengan pasir dan cocok untuk material tahan gempa. Selain itu, limbah karaginan akan dapat menambah kekuatan dari ikatan yang ditimbulkan dari semen karena adanya selulosa,” tambahnya.

Pemanfaatan limbah rumut laut menjadi bata ringan dipilih dengan alasan wilayah Indonesia yang sangat rawan akan gempa. Sedangkan bangunan-bangunannya mudah roboh, padahal tidak terkena retakan lempengan dari tanah. Hal itu disebabkan dari konstruksinya yang tidak kuat maupun materialnya yang rapuh. Material yang rapuh dan kaku seperti batu bata dapat menyebabkan retakan pada dinding hingga bangunan roboh. (*)

Penulis: Muhammad Wildan Suyuti

Editor : Khefti Al Mawalia

Source: UNAIR News

{:}{:en}

UNAIR NEWS – The creation of a sturdy and earthquake resistant building is the dream of everyone. However, this is still an obstacle in overcoming it, given the geographical location of an area also influences it.

Realizing these problems, three Universitas Airlangga students (UNAIR) Andhika Alfa Musthofa (Faculty Fisheries and Marine 2015), Muhammad Zulfikar Alfian Bahtiar (Faculty of Fisheries and Marine 2015) and Farid Maulana Ibrahim (Faculty of Science and Technology 2015) made innovation using waste seaweed as lightweight brick material. The use of sand in the light brick making will later be substituted by Kappaphycus alvarezii seaweed waste.

Currently, the innovation  underway proposed by three UNAIR students in the form of Student Creativity Program in Exact Research (PKM-PE) with the title “Utilization by-product Kappaphycus Alvarezii as a Lightweight Brick Earthquake Resistant Material.” The proposal was guided directly by Annur Ahadi Abdillah, S.Pi., M.Si. Please note, the innovation received a response from both the Ministry of Research, Technology and Higher Education and passed funding.

Andhika Alfa M., as the team leader, explained that currently the research is still ongoing and is already in the stage of drying light brick. The result will be ready to be tested on upcoming June 24, 2019.

“The background of this idea is the amount of waste produced by carrageenan from seaweed Kappaphycus Alvarezii as much as 65-70% and the proliferation of seaweed processing industries in Indonesia. According to Ministry of Industry in 2013, carrageenan production reached 12.5 million tons and continues to increase every year. Every year, there are around 25 million tons of waste produced by carrageenan processing, and until now there is still no utilization of this waste in bulk, “he said.

Some literature states there is cellulose content in seaweed processing waste. So that it can make a bond as material, this is evidenced by the research used as a Medium Density Fibreboard/type of processed wood made from compacted wood chips).

“The light brick that we offer is expected to be stronger compared to ordinary light brick. The combination of this with carrageenan waste according to our hypothesis can increase the pressure and the bending strength of light brick because the waste has a character similar to sand and suitable for earthquake resistant material. Besides, carrageenan waste will be able to increase the strength of the bonds generated from cement due to the presence of cellulose, “he added.

Utilization of marine ruminants into lightweight bricks was chosen because Indonesian territory was very prone to earthquakes. Whereas the buildings easily collapse, even though they are not exposed to cracks from the ground. This is due to the construction that is neither durable nor fragile material. Fragile and stiff material like bricks can cause cracks in the walls until the building collapses. (*)

Author: Muhammad Wildan Suyuti

Editor : Khefti Al Mawalia

Source: UNAIR News

{:}

More
articles

id_IDIndonesian