Fenomena perubahan iklim semakin menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat. Tak heran, dampak perubahan iklim memang sangat luas dirasakan oleh masyarakat. Mulai dari cuaca yang semakin tak menentu, meningkatnya wabah penyakit, gagal panen, hingga menurunnya kualitas air yang menjadi sumber utama kehidupan sehari-hari. Perubahan iklim global ini juga tak luput mempengaruhi kehidupan masyarakat di Surabaya.
Kota Surabaya juga tak lepas dari permasalahan sampah utamanya sampah plastik. Permasalahan sampah plastik ini disebut menjadi salah satu penyebab utama terjadinya perubahan iklim. Dalam sehari, kota pahlawan ini dapat menghasilkan sampah plastik hingga 2.1 miliar dalam sehari. Menyikapi hal ini, Departemen Kajian dan Aksi Strategis (Kastrat) BEM Fakultas Sains dan Teknologi (FST) UNAIR menggelar seri webinar Connect The Dots 4.0 bertajuk “Surabaya Menjawab Isu Iklim” pada Sabtu (18/9).

Webinar yang berkolaborasi dengan Yayasan Carbon Ethics ini mendatangkan Maria Theresia Ekawati Rahayu, Plt Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Surabaya, dan Putu Putri Indira yang merupakan Plastic for Circularity Product Manager dari Yayasan Carbon Ethics sebagai panelis diskusi. Kastrat BEM FST UNAIR mengundang mahasiswa dari berbagai kalangan —baik dari internal maupun eksternal UNAIR— untuk turut memeriahkan forum diskusi ini. Webinar ini juga terbuka untuk kalangan umum.
“Saat ini upaya pengendalian perubahan iklim di Surabaya telah dilakukan pada
tataran kebijakan yang diteruskan melalui program-program strategis” Ujar Maria. Lebih lanjut, Maria menjelaskan program-program strategis yang telah diterapkan di Kota Surabaya yaitu Surabaya Bus dan Bus Sekolah, revitalisasi pedestrian, penataan lahan parkir, Park and Ride; Uji Emisi Kendaraan; Car Free Day; Upaya Penyerapan Emisi Karbon dengan Vegetasi; Perhitungan Indeks Tutupan Hutan; Taman Kota; Hutan Kota dan Lahan Konservasi; Pemantauan Kualitas Udara Ambien; Pemantauan Sesaat dengan Berbagai Alat; Gent Stacked Sampler; Pembangkit Listrik Tenaga Sampah; Klinik Hemat Energi; dan Proklim.
Antusiasme peserta dalam menilik isu perubahan iklim dalam webinar ini pun cukup besar. Hingga beralih pada narasumber kedua, para peserta yang mayoritas berasal dari kalangan eksternal UNAIR ini pun masih semangat menyimak diskusi. Putu Putri Indira, sebagai narasumber kedua, menjelaskan lebih luas terkait peliknya permasalahan sampah plastik dan dampaknya pada perubahan iklim global.
“Dampak dari sampah plastik yang tidak terkelola dengan baik dapat mempengaruhi keberlanjutan ekosistem,” papar Putri Indira. “Adapun dampak negatif dari hal tersebut antara lain yaitu biota laut dapat terjerat atau menelan serpihan plastik yang menyebabkan tercekik, kelaparan, dan tenggelam karena kesulitan berenang” lanjutnya.
Di sisi lain, sampah plastik juga berdampak bagi warga lokal seperti nelayan. Sampah-sampah ini dapat merusak kapal, alat tangkap ikan, dan mengurangi kualitas tangkapan. Ditambah, sulitnya pengolahan sampah plastik membuat banyak masyarakat masih kerap membakar sampah plastik. Padahal, pembakaran sampah plastik secara liar sangat berbahaya bagi lingkungan.
Menyikapi hal ini, Yayasan Carbon Ethics meningkatkan pengumpulan sampah di laut dan wilayah pesisir, meningkatkan kesadaran masyarakat pesisir tentang sampah plastik, dan menyediakan pemasukan tambahan bagi bank sampah lokal. Ketiga misi ini diadopsi dalam program warung lestari, sebuah upaya mendukung warung lokal untuk menerapkan pola hidup bebas plastik dengan distribusi sedotan ramah lingkungan dan edukasi pola hidup bebas plastik.
Pada akhir diskusi, para panelis menekankan kolaborasi multisektor dan stakeholder mulai dari pemerintah, LSM, perguruan tinggi, masyarakat, dan seluruh entitas untuk menjadikan isu perubahan iklim ini sebagai keresahan nasional. Usaha dalam memerangi perubahan iklim tentunya bisa dimulai dari diri sendiri dengan menerapkan gaya hidup bersih dan berkelanjutan.
Rita, Kepala Departemen Kastrat BEM FST UNAIR, mengungkapkan harapannya dengan mengangkat isu ini dalam rangkaian seri webinar Connect The Dots 4.0 mahasiswa FST menjadi semakin sadar akan dampak perubahan iklim. “(Mahasiswa FST) bersama-sama mengawal isu ini agar setiap perilaku dari kita sebagai individu maupun Unair sebagai instansi tidak memperparah dampak yang sudah terjadi,” pungkasnya.
Penulis: Khairun Nisa – LPM FORMAT 2021