Memilih antara menjadi spesialis atau generalis adalah sebuah dilema karir yang dialami banyak orang. Mana yang lebih baik? Mahir dan memahami hanya satu bidang secara mendalam atau memiliki banyak pengetahuan dan keahlian di berbagai bidang?
Pertanyaan ini dijawab dengan mudah oleh Muhammad Fiqhi Darmawan. Menurut alumnus Sistem Informasi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga (FST UNAIR) ini, menjadi spesialis amatlah penting khususnya di bidang teknologi informasi (TI). Hal ini ia sampaikan berulang kali kepada adik-adiknya dalam kuliah tamu yang ia berikan untuk mahasiswa Sistem Informasi di FST UNAIR pada Senin (2/9/2019).
Fiqhi berpesan agar mahasiswa Sistem Informasi FST UNAIR memilih satu bidang untuk ditekuni selama kuliah, sehingga bidang itu menjadi spesialisasi mahasiswa saat lulus.
Menurut alumnus FST UNAIR ini, spesialisasi akan menjadi nilai jual yang bagus, terutama ketika menghadapi tahap wawancara user. Di tahap ini, pencari kerja akan diuji seberapa bisa dan seberapa dalam pengetahuan mereka akan suatu bidang.
Fiqhi menyampaikan bahwa perekrut tidak akan berharap banyak pada mahasiswa atau fresh graduate karena perekrut tahu ilmu yang mereka miliki masih ilmu dasar. Namun, jika mahasiswa sudah memiliki spesialisasi, hal ini tentu akan meninggalkan kesan baik bagi perekrut. Jika mahasiswa sudah menguasai suatu bidang, bukan tidak mungkin mereka bisa memenuhi ekspektasi, bahkan mencapai lebih dari yang diharapkan perekrut.
Selain itu, dalam dunia kerja, setiap orang memiliki peran yang berbeda-beda. Posisi yang ditawarkan pada lowongan pekerjaan pun sudah spesifik, misalnya full-stack engineer, front-end developer, dan back-end developer. Menjadi spesialis tentunya akan mempermudah dalam dunia kerja nanti.
“Spesialisasi penting karena kerja gak ada yang general. Kalau programming ya programming. Kalau general, kalian gak akan fokus dan kalian hanya akan menyentuh kulitnya saja,” jelas Fiqhi.
Penulis: Dida S. N. Hilman