UNAIR NEWS – Kanker merupakan salah satu penyebab kematian paling banyak di dunia. Di Indonesia, pada tahun 2013 saja jumlah penderita kanker sudah sekitar 347 ribu jiwa. Sedangkan di dunia sekitar 30% yang disebabkan oleh pola hidup yang tidak sehat, sisanya disebabkan faktor genetik dan faktor karsinogen.
Penanganan terhadap kanker dapat dilakukan dengan diagnosa lebih awal menggunakan MRI (Magnetic Resonance Imaging) yang memiliki sensitivitas dan kekuatan cukup tinggi, namun masih diperlukan peningkatan tingkat sensitivitas yang lebih tinggi serta diagnosa yang lebih akurat.
Terinspirasi dari krusial diatas, tim mahasiswa Universitas Airlangga terdiri Maulana Muchammad, Danang Pristiono, dan Maria Lucia Veronica Theja, mahasiswa S1 Teknik Biomedis Fakultas Sains dan Teknologi UNAIR membuat inovasi alternatif mencari solusi atas permasalahan tersebut.
Maulana Muchammad, ketua tim Progam Kreativitas Mahasiswa Penelitian Eksakta (PKM-PE) ini menjelaskan, bahwa tingginya angka kematian akibat kanker itu juga disebabkan karena diagnosa yang kurang akurat, sehingga penanganan terhadap kanker kurang maksimal. Untuk itu diperlukan alternatif untuk meningkatkan sensitivitas diagnosa, yaitu dengan penggunaan contrast agent.
Diterangkan oleh Maulana, Contrast agent digunakan untuk membedakan antara jaringan sehat dengan jaringan sakit dengan meningkatkan kualitas kontras yang dihasilkan. Selama ini contrast agent yang digunakan adalah cairan magnefis, namun masih memiliki kekurangan, yakni seringkali bersifat toksik.
”Sehingga solusi alternatif yang digunakan dengan membuat contrast agent yang berbahan dasar alam yang memiliki diagnosa lebih akurat dan tidak bersifat toksik,” kata Danang.
Untuk itu ketiga mahasiswa Teknik Biomedis yang tergabung dalam kelompok PKM-PE tadi memanfaatkan pasir besi sebagai bahan dasar contrast agent untuk deteksi kanker pada MRI.
”Kami memilih menggunakan pasir besi karena memiliki ketersediaan melimpah di alam, namun pemanfaatannya masih minim, juga sebagai upaya untuk meningkatkan nilai ekonomis dari pasir besi di pasaran,” ujar Maria Lucia Veronica Theja, menambahkan.
Dibawah bimbingan dosen Andi Hamim Zaidan, Ph.D, penelitian mereka yang berjudul ”Sintesis dan Karakterisasi Nanopartikel Magnetik-FA sebagai Contrast Agent Deteksi Kanker pada MRI” ini berhasil lolos seleksi dan mendapat pendanaan riset dari Kemenristekdikti dalam program PKM tahun 2018.
”Kami ingin memberikan kontribusi bagi dunia kesehatan di Indonesia, utamanya dalam hal kanker yang masih menjadi salah satu momok di dunia kesehatan dengan memanfaatkan sumber daya alam yang melimpah di Nusantara ini serta dengan biaya produksi yang lebih ekonomis,” kata Maulana Muchammad mengakhiri penjelasannya. (*)
Penulis : Bambang Bes.
Sumber: Unair News
UNAIR NEWS – Cancer is one of the most common causes of death in the world. In Indonesia, in 2013 alone the number of cancer patients was around 347 thousand. On the other hand, in the world, around 30% of death is caused by unhealthy lifestyles, the rest is caused by genetic factors and carcinogens.
Treatment of cancer can be done by diagnosing earlier using MRI (Magnetic Resonance Imaging) which has a quite high sensitivity and strength, but still requires a higher level of sensitivity and a more accurate diagnosis.
Inspired by the crucial concern above, a student team from Universitas Airlangga consisting of Maulana Muchammad, Danang Pristiono, and Maria Lucia Veronica Theja, undergraduate students of Biomedical Engineering of the Faculty of Science and Technology UNAIR made an alternative innovation to discover a solution to the problem.
Maulana Muchammad, the head of the Student Creativity Program of Exact Research (PKM-PE) team, explained that the high cancer mortality rate was also caused by a less accurate diagnosis, so that the treatment of cancer was less optimal. For this reason, an alternative is needed to increase diagnostic sensitivity, which is by using contrast agent.
Maulana explained, contrast agent is used to distinguish healthy tissue and diseased tissue by increasing the quality of contrast produced. All this time, the commonly used contrast agent is magnavis liquid, but it still has a weakness; it is often toxic.
“Therefore, the alternative solution is making a contrast agent made from nature that has a more accurate diagnosis and is not toxic,” said Danang.
For this reason, the three Biomedical Engineering students who are members of the PKM-PE group used iron sand as the base material of contrast agent for cancer detection on MRI.
“We chose to use iron sand because it has abundant availability in nature, but its utilization is still minimal. It is also an effort to increase the economic value of iron sand on the market,” Maria Lucia Veronica Theja added.
Under the guidance of lecturer Andi Hamim Zaidan, Ph.D, their research entitled “Synthesis and Characterization of FA-Magnetic Nanoparticles as Contrast Agent for Cancer Detection on MRI” has successfully passed the selection and received a research funding from the Ministry of Research, Technology, and Higher Education in the PKM program in 2018.
“We want to contribute to the world of health in Indonesia, especially in terms of cancer, which is still one of the scourges in the health world by utilizing the abundant natural resources in the archipelago and with more economical production cost,” Maulana Muchammad concluded. (*)
Author: Bambang Bes.
Source: Unair News
{:}